MALANG – KIPRAH dua pemuda asal Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan (Sumawe) dalam bidang konservasi di daerah pesisir pantai patut diapresiasi. Mereka adalah Ferik Antyo Agus Wibowo dan Lia Putrinda yang sukses membawa Pantai Tiga Warna meraih tiga penghargaan sepanjang 2017 ini.
Sore itu, seorang pemuda tampak berjalan tertatih-tatih sembari menuntun sepeda gunung saat menyambut Malang Post, di pintu depan Pantai Tiga Warna. Pemuda itu adalah Ferik Antyo Agus Wibowo yang merupakan pendiri Clungup Mangrove Conservation (CMC), yang salah satu tugasnya mengelola Pantai Tiga Warna.
“Maaf, agak sakit kaki saya. Maka dari itu, saya membawa sepeda gunung,” kata Ferik kepada wartawan koran ini.
Dia lalu mengajak Malang Post menuju Pantai Tiga Warna yang memang didesain sebagai wisata konservasi. Sebenarnya, untuk menuju tempat tersebut ada dua akses yang dipergunakan, bisa jalan kaki atau mengunakan perahu. Saat itu, Ferik mengajak berjalan kaki untuk mengetahui keindahan alam sepanjang jalan masuk menuju Pantai Tiga Warna. Perjalanan cukup melelahkan, lantaran kondisi geografisnya sangat terjal. Harus mendaki bukit, serta melewati rawa. Selain itu, kondisi jalan yang berbatu serta berlumpur juga menjadi tantangan tersendiri.
Namun selama perjalanan, pemandangan luar biasa indah mengiringi. Di sekitar tempat tersebut, memang banyak ditumbuhi tanaman mangorve. Keberadaan tanaman ini sangat penting, untuk mencegah bencana abrasi di sekitar pantai. Selain itu, mangrove juga bermanfaat untuk menjaga habitat serta ekosistem di laut.
Waktu tempuh perjalanan dari pintu masuk wisata tersebut ke pantai sekitar 30 menit. Lelah perjalanan terbayar lunas, ketika sampai di Pantai Tiga Warna yang merupakan pantai terbersih di Kabupaten Malang. Di sana, sudah menunggu Lia Putrinda yang bersama-sama dengan Ferik mengelola CMC sekaligus Pantai Tiga Warna.
“Sebenarnya untuk ke Pantai Tiga Warna juga bisa menggunakan perahu. Akan tetapi tadi air sempat surut, sehingga perahu motor tidak bisa menuju dermaga,” kata Ferik.
Suasana di pantai tersebut sangat asri dan tenang. Tidak banyak wisatawan yang berkunjung ke pantai ini, lantaran jumlah kunjungan wisatawan memang dibatasi. Selama satu hari, pengunjung diabatasi hanya sebanyak 100 orang. Selain itu, sebelum masuk ke pantai tersebut, wisatawan harus dicek barang bawaannya. Ketika pulang, barang bawaan wisatawan dicek lagi, supaya tidak meninggalkan sampah. Selain tidak boleh membuang sampah sembarangan, juga tak boleh merusak lingkungan.

Inilah yang membuat pantai tersebut sepanjang 2017 ini sukses meraih tiga penghargaan bergengsi. Pertama, masuk dalam salah satu dari 72 ikon berprestasi dari penilaian Unit Kinerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila  (UKP PIP) Nasional. Juara pertama Anugerah Wisata Jawa Timur 2017 dan juara 2 Kategori Obyek Wisata Bersih Nasional dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) dari Kementerian Pariwisata.
“Saat penilaian API melalui vote di situs internet, Pantai Tiga Warna sempat meraih peringkat pertama. Namun, pada akhir vote, kami memperoleh peringkat kedua,” kata Lia Putrinda. Menurutnya, mengikuti ajang API 2017 memberi kesan tersendiri. Karena dia dituntut untuk mempromosikan Pantai Tiga Warna kepada wisatawan, supaya mau memberikan votenya.
“Saat bertatap langsung dengan wisatawan, kami meminta untuk turut vote Pantai Tiga Warna dalam ajang API. Selain itu, kami juga menyebar link vote kepada seluruh komunitas dan media sosial,” kata dia.
Menurutnya, seluruh penghargaan yang diraih tersebut, merupakan kerja keras mereka dalam mengelola Pantai Tiga Warna berbasis wisata konservasi. Akan tetapi, menurut Lia, penghargaan bukanlah tujuan utama didirkannya CMC ini.
“Tujuan kami membangun wisata konservasi ini memang untuk pelestarian alam. Karena kondisi alam maupun lingkungan di pantai dan laut perlu dilestarikan,” kata Lia yang diamini Ferik.
Melalui CMC, mereka juga memberdayakan masyarakat sekitar. Terutama para pemuda untuk sama-sama melestarikan lingkungan di Pantai Tiga Warna. Selain Pantai Tiga Warna, CMC juga mengelola area konservasi mangrove dan Pantai Gatra. Tidak hanya itu, juga ada Pantai Sapana, Pantai Mini dan Pantai Batu Pecah yang masih dalam satu area di CMC Tiga Warna.
“Seperti yang dilakukan pemuda yang sedang menyelam di laut itu, bukan untuk berolahraga selam atau mencari ikan, melainkan mencari sampah di dasar laut,” tutur Lia.
Menurutnya, banyak yang ingin berwisata ke tempat ini. Bila dirata-rata, setahun terdapat sebanyak kunjungan 3.000 wisatawan. “Jumlah itu sudah maksimal, tidak boleh ditambahi lagi. Karena keberadaan ekosisitem dan lingkungan di tempat ini harus dijaga dengan baik,” tegasnya. Kedua pemuda ini juga mengajak pemuda lain di tempat tersebut untuk berbuat dan memiliki tujuan sama dalam pelestarian lingkungan. Apalagi dalam melestarikan lingkungan di pesisir pantai itu, kata dia tidak mudah. Lantaran ada oknum perusak ekositem laut. Dengan mencari ikan menggunakan bahan kimia dan aksi tidak puji nelayan membuang oli kapal mereka ke laut. Namun, keduanya tetap berupaya memberikan edukasi kepada nelayan dan masyarakat.
“Maka dari itu, kami ajak masyarakat terutama para pemuda untuk sama-sama menjadi duta dalam menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem di pantai maupun laut. Bila semakin banyak yang peduli dengan hal ini, maka ekosistem semakin terjaga,” pungkasnya. (binar gumilang/han)

Sumber: https://www.malang-post.com/features/clungup-mangrove-conservation-dan-pantai-tiga-warna